GUEST

Isnin, 15 Julai 2013

Fiqh Puasa(2)

Soalan : Adakah wajib niat setiap hari untuk puasa Bulan Ramadhan atau cukup niat sekali pada hari pertama untuk satu bulan Ramadhan?

 Jawapan : Jumhur berpendapat wajibnya niat setiap hari, setiap kali puasa, karena masing-masing hari merupakan ibadah yang terpisah yang tersendiri (sehingga kalau puasa hari khamis batal, maka yang hari jum’at dan yang lain tidak batal), diantara yang berpendapat demikian Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad (yang masyhur dari beliau), Abu Hanifah. Sementara itu, Imam Malik, mendapatkan satu riwayat dari pendapat Imam Ahmad yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, berpendapat bahwa Ramadhan dan rentetan amalan puasanya yang terus bersambung maka cukup niat diawalnya selama tidak terputus oleh suatu udzur sehingga ia perlu memulai niat lagi. Pendapat ini juga dikuatkan oleh Asy Syaikh Utsaimin rahimahullah dan pendapat inilah yang rajih (yang kuat), termasuk keumuman sabda Nabi -shalallahu ‘alaihi wa sallam-:

 إنما الأعمال بالنيات
“Amalan itu tergantung pada niat.” 

Dan juga merupakan satu bentuk ibadah yang cukup padanya satu niat. Berkata Syaikhul Islam: “Keadaan satu amalan itu yang rosak tidak merosakkan sebahagiannya yang lain, kalau ibadah itu adalah satu, seperti haji yang meliputi ihram, wuquf, thowaf, sa’i. Kalau kemudian rosak thowafnya karena tidak dalam keadaan suci misalnya, maka semisal ini tidaklah kerosakannya mengenai yang lain, walaupun ia satu rangkaian ibadah.” (majmu’ fatawa 6/302)

 Untuk lebih jelas, berikut adalah contoh situasi:

Misalnya: seseorang tidur sebelum terbenam matahari (hari rabu) dan tidak terbangun sampai terbit fajar kedua (subuh hari kamis), maka untuk hari khamis tersebut:

- Menurut pendapat pertama (jumhur), tidak sah puasa orang tersebut untuk hari khamis, karena belum niat. - Menurut pendapat kedua (ini yang rajih), puasanya sah karena dia niat sejak awal ramadhan, niat mau puasa sebulan penuh.

 Perlu diketahui, bahawa untuk niat puasa bukan bererti harus mengucapkan: Nawaitu shouma ghodin (saya niat puasa besok) / nawaitu shouma syahri romadhon (saya niat puasa Bulan Ramadhan). Akan tetapi niat adalah adanya keinginan dan maksud dalam hati, seperti berkehendak untuk bangun untuk melaksanakan sahur guna puasa sudah bermakna adanya niat puasa. Wallahu a’lam bishowab.

 Lihat: Syahrul Mumti’ (6/369), Al Mughni (9/3), Majmu’ Fatawa (6/302), Taudhihul Ahkam (3/151) Al

Ustadz Abu Abdillah Muhammad Rifa’i 2 Ramadhan 1434 H,
Ma’had Daarus Salaf Al Islamiy Bontang 

Sumber : http://www.darussalaf.or.id/fiqih/soal-jawab-seputar-niat-puasa-pertanyaan-2/ (dengan sedikit suntingan)

Fiqh Puasa (1)

Pertanyaan 1: Adakah harus berniat puasa di waktu malam?

 Jawapan: Untuk puasa wajib maka wajib berniat pada malam harinya, menurut pendapat jumhur para ulama’ antara lain Imam Malik, Asy Syafi’i, Ahmad, Syaikhul Islam, Ibnu Qudamah, Ashon’ani, Asy Syaukani, dll. Dalilnya antara lain adalah hadits Hafshoh, dikeluarkan oleh Abu Dawud (2454), At Tirmidzi (370), An Nasa’i (2331), Ibnu Majah (1700), bahwa Nabi -shalallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: وَعَنْ حَفْصَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ “Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada waktu malam (sebelum terbit fajar) maka tidak ada puasa baginya.” Hadits ini yang rajih adalah mauquf sampai hafshoh, dan datang juga mauquf sampai Ibnu ‘Umar -radhiyallahu‘anhuma-.

 Manakala, untuk puasa sunnah maka tidak wajib berniat sejak malamnya, ertinya puasanya sah kalau puasa sunnah tersebut niatnya pada siang, selama ia belum makan, minum dan melakukan perkara lain yang membatalkan puasanyanya, dengan dalil hadits ‘Aisyah -radhiyallahu‘anha-, beliau berkata: “Nabi -shalallahu ‘alaihi wa sallam- pernah menemuiku pada suatu hari, beliau bertanya, “Apakah ada suatu makanan pada kalian?”, kami menjawab: “Tidak ada”, beliau berkata: “Kalau demikian maka aku puasa.” (HR. Muslim), dalam shohih Abi ‘Awanah dengan lafadz: “Maka aku akan puasa”.

 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam kitab Syahrul Umdah, “Ini menunjukkan bahwa beliau memulai puasa pada waktu siang.” Dalilnya juga adalah perbuatan para shohabat yang mereka mulai puasa sunnah dari siang, diantaranya: Abu Darda, Abu Tholhah, Hudzaifah, Ibnu Mas’ud, Anas, Muadz Ibnu Jabal, sebagaimana disebutkan dalam Mushonnaf Abdurrozaq (4/272-273), Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah (3/28-31), Syahrul Ma’ani karya At Thohawi (2/56). Ini juga menjadi pendapat: Syaikh Al Albani, Ibnu Baz, Ibnu Utsaimin -rahimahumallah-. Wallahu A’lam Bishowab.

 Al Ustadz Abu Abdillah Muhammad Rifa’i
Akhir Sya’ban 1434 H, Ma’had Daarus Salaf Al Islamiy Bontang

 Sumber : http://www.darussalaf.or.id/fiqih/soal-jawab-seputar-niat-puasa/ (dengan sedikit suntingan)